Ini adalah keterangan Serat Suatu
pelajaran tentang Pangracutan yang telah disusun oleh Baginda Sultan
Agung Prabu Anyakrakusuma di Mataram atas berkenan beliau untuk
membicarakan dan temu nalar dalam hal ilmu yang sangat rahasia, untuk
mendapatkan kepastian dan kejelasan dengan harapan dapat dirembuk
dengan para ahli ilmu kasampurnaan.
Adapun mereka yang diundang dalam temu nalar itu adalah :
1. Panembahan Purbaya
2. Panembahan Juminah
3. Panembahan Ratu Pekik di Surabaya
4. Panembahan Juru Kithing
5. Pangeran di Kadilangu
6. Pangeran di Kudus
7. Pangeran di Tembayat
8. Pangeran Kajuran
9. Pangeran Wangga
10. Kyai Pengulu Ahmad Katengan
1. Berbagai Kejadian Pada Jenazah
Adapun yang menjadi pembicaraan, beliau
menanyakan apa yang telah terjadi setelah manusia itu meninggal dunia,
ternyata mengalami bermacam-macam kejadian pada jenazahnya dari
berbagai cerita umum, juga menjadi suatu kenyataan bagi mereka yang
sering menyaksikan keadaan jenazah yang salah kejadian atau berbagai
macam kejadian pada keadaan jenazah adalah berbagai diketengahkan
dibawah ini :
1) Ada yang langsung membusuk
2) Ada pula yang jenazahnya utuh
3) Ada yang tidak berbentuk lagi, hilang bentuk jenazah
4) Ada pula yang meleleh menjadi cair
5) Ada yang menjadi mustika (permata)
6) Istimewanya ada yang menjadi hantu
7) Bahkan ada yang menjelma menjadi hewan.
Masih banyak pula kejadianya, lalu bagaimana hal itu dapat terjadi apa yang menjadi penyebabnya.
Adapun menurut para pakar setelah mereka bersepakat disimpulkan suatui pendapat sebagai berikut :
Sepakat dengan pendapat Sultan Agung
bahwa manusia itu setelah meninggal keadaan jenazahnya berbeda-beda itu
suatu tanda bahwa disebabkan karena ada kelainan atau salah kejadian
(tidak wajar), makanya demikian karena pada waktu masih hidup berbuat
dosa setelah menjadi mayat pun akan mengalami sesuatu masuk kedalam
alam penasaran. Karena pada waktu pada saat sedang memasuki proses
sakaratul maut hatinya menjadi ragu, takut, kurang kuat tekadnya, tidak
dapat memusatkan pikiran hanya untuk satu ialah menghadapi maut.
Maka ada berbagai bab dalam mempelajari ilmu ma’rifat, seperti yang akan kami utarakan berikut ini :
1. Pada waktu masih hidupnya, siapapun
yang senang tenggelam dalam kekayaan dan kemewahan, tidak mengenal tapa
brata, setelah mencapai akhir hayatnya, maka jenazahnya akan menjadi
busuk dan kemudian menjadi tanah liat sukmanya melayang gentayangan
dapat diumpamakan bagaikan rama-rama tanpa mata sebaliknya, bila pada
saat hidupnya gemar menyucikan diri lahir maupun batin. Hal tersebut
sudah termasuk lampah maka kejadiannya tidak akan demikian.
2. Pada waktu masih hidup bagi mereka
yang kuat pusaka tetapi tidak mengenal batas waktunya bila tiba saat
kematiannya maka mayatnya akn terongok menjadi batu dan membuat tanah
perkuburannya itu menjadi sanggar adapun rohnya akan menjadi danyang
semoro bumi walaupun begitu bila masa hidupnya mempunyai sifat nrima
atau sabar artinya makan tidur tidak bermewah-mewah cukup seadanya
dengan perasaan tulus lahir batin kemungkinan tidaklah seperti diatas
kejadiannya pada akhir hidupnya.
3. Pada masa hidupnya seseorang yang
menjalani lampah tidak tidur tetapi tidak ada batas waktu tertentu pada
umumnya disaat kematiannya kelak maka jenaahnya akan keluar dari liang
lahatnya karena terkena pengaruh dari berbagai hantu yang menakutkan.
Adapun sukmanya menitis pada hewan. Walaupun begitu bila pada masa
hidupnya disertai sifat rela bila meninggal tidak akan keliru jalannya.
4. Siapun yang melantur dalam mencegah
syahwat atau hubungan seks tanpa mengenal waktu pada saat kematiannya
kelak jenazahnya akan lenyap melayang masuk kedalam alamnya jin, setan,
dan roh halus lainnya sukmanya sering menjelma menjadi semacam benalu
atau menempel pada orang seperti menjadi gondaruwo dan sebagainya yang
masih senang mengganggu wanita kalau berada pada pohon yang besar kalau
pohon itu di potong maka benalu tadi akan ikut mati walaupun begitu
bila mada masa hidupnya disertakan sifat jujur tidak berbuat mesum,
tidak berzinah, bermain seks dengan wanita yang bukan haknya, semuanya
itu jika tidak dilanggar tidak akan begitu kejadiannya kelak.
5. Pada waktu masih hidup selalu sabar
dan tawakal dapat menahan hawa nafsu berani dalam lampah dan menjalani
mati didalamnya hidup, misalnya mengharapkan janganlah sampai berbudi
rendah, rona muka manis, dengan tutur kata sopan, sabar dan sederhana
semuanya itu janganlah sampai belebihan dan haruslah tahu tempatnya
situasi dan kondisi dan demikian itu pada umumnya bila tiba akhir
hayatnya maka keadaan jenazahnya akan mendapatkan kemuliaan sempurna
dalam keadaannya yang hakiki. Kembali menyatu dengan zat yang Maha
Agung, yang dapat mneghukum dapat menciptakan apa saja ada bila
menghendaki datang menurut kemauannya apalagi bila disertakan sifat
welas asih, akan abadilah menyatunya Kawulo Gusti.
Oleh karenanya bagi orang yang ingin mempelajari ilmu ma’arifat haruslah dapat menjalani : Iman, Tauhid dan Ma’rifat.
2. Berbagai Jenis Kematian
Pada ketika itu Baginda Sultan Agung
Prabu Hanyangkra Kusuma merasa senang atas segala pembicaraan dan
pendapat yang telah disampaikan tadi. Kemudian beliau melanjutkan
pembicaraan lagi tentang berbagai jenis kematian misalnya :
1. Mati Kisas
2. Mati kias
3. Mati sahid
4. Mati salih
5. Mati tewas
6. Mati apes
Semuanya itu beliau berharap agar dijelaskan apa maksudnya maka yang hadir memberikan jawaban sebagai berikut :
Mati Kisas, adalah suatu jenis kematian
karena hukuman mati. Akibat dari perbuatan orang itu karena membunuh,
kemudian dijatuhi hukuman karena keputusan pengadilan atas wewenang
raja.
Mati Kias, adalah suatu jenis kematian akibatkan oleh suatu perbuatan misalnya: nafas atau mati melahirkan.
Mati Syahid, adalah suatu jenis kematian karena gugur dalam perang, dibajak, dirampok, disamun.
Mati Salih, adalah suatu jenis kematian karena kelaparan, bunuh diri karena mendapat aib atau sangat bersedih.
Mati Tiwas, adalah suatu jenis kematian
karena tenggelam, disambar petir, tertimpa pohon , jatuh memanjat
pohon, dan sebagainya.
Mati Apes, suatu jenis kematian karena
ambah-ambahan, epidemi karena santet atau tenung dari orang lain yang
demikian itu benar-benar tidak dapat sampai pada kematian yang sempurna
atau kesedanjati bahkan dekat sekali pada alam penasaran.
Berkatalah beliau : “Sebab-sebab kematian
tadi yang mengakibatkan kejadiannya lalu apakah tidak ada perbedaannya
antara yang berilmu dengan yang bodoh ? Andaikan yang menerima akibat
dari kematian seornag pakarnya ilmu mistik, mengapa tidak dapat
mencabut seketika itu juga ?”
Dijawab oleh yang menghadap : “Yang
begitu itu mungkin disebabkan karena terkejut menghadapi hal-hal yang
tiba-tiba. Maka tidak teringat lagi dengan ilmu yang diyakininya dalam
batin yang dirasakan hanyalah penderitaan dan rasa sakit saja. Andaikan
dia mengingat keyakinan ilmunya mungkin akan kacau didalam
melaksanakannya tetapi kalau selalu ingat petunjuk-petunjuk dari
gurunya maka kemungkinan besar dapat mencabut seketika itu juga.
Setelah mendengar jawaban itu beliau
merasa masih kurang puas menurut pendapat beliau bahwa sebelum
seseorang terkena bencana apakah tidak ada suatu firasat dalam batin
dan pikiran, kok tidak terasa kalau hanya begitu saja beliau kurang
sependapat oleh karenanya beliau mengharapkan untuk dimusyawarahkan
sampai tuntas dan mendapatkan suatu pendapat yang lebih masuk akal.
Kyai Ahmad Katengan menghaturkan sembah:
“Sabda paduka adalah benar, karena sebenarnya semua itu masih belum
tentu , hanyalah Kangjeng Susuhunan Kalijogo sendiri yang dapat
melaksanakan ngracut jasad seketika , tidak terduga siapa yang dapat
menyamainya
3. Wedaran Angracut Jasad
Adapun Pangracutan Jasad yang
dipergunakan oleh Kangjeng Susuhunan Kalijogo, penjelasannya yang telah
diwasiatkan kepada anak cucu seperti ini caranya:
“Badan jasmaniku telah suci, kubawa
dalam keadaan nyata, tidak diakibatkan kematian, dapat mulai sempurna
hidup abadi selamanya, didunia aku hidup, sampai di alam nyata
(akherat) aku juga hidup, dari kodrat iradatku, jadi apa yang
kuciptakan, yang kuinginkan ada, dan datang yang kukehendaki”.
4. Wedaran Menghancurkan Jasad
Adapun pesan beliau Kangjeng Susuhunan
di Kalijogo sebagai berikut : “Siapapun yang menginginkan dapat
menghancurkan tubuh seketika atau terjadinya mukjizat seperti para
Nabi, mendatangkan keramat seperti para Wali, mendatangkan ma’unah
seperti para Mukmin Khos, dengan cara menjalani tapa brata seperti
pesan dari Kangjeng Susuhunan di Ampel Denta :
1. Menahan Hawa Nafsu, selama seribu hari siang dan malamnya sekalian.
2. Menahan syahwat (seks), selama seratus hari siang dan malam
3. Tidak berbicara, artinya membisu, dalam empat puluh hari siang dan malam
4. Puasa padam api, tujuh hari tujuh malam
5. Jaga, lamanya tiga hari tiga malam
6. Mati raga, tidak bergerak lamanya sehari semalam.
Adapun pembagian waktunya dalam lampah seribu hari seribu malam itu beginilah caranya :
- o Manahan hawa nafsu, bila telah mendapat 900 hari lalu teruskan dengan
- o Menahan syahwat, bila telah mencapai 60 hari, lalu dirangkap juga dengan
- o Membisu tanpa berpuasa selama 40 hari, lalu lanjutkan dengan
- o Puasa pati selama 7 hari tujuh malam, lalu dilanjutkan dengan
- o Jaga, selama tiga hari tiga malam, lanjutkan dengan
- o Pati raga selama sehari semalam.
Adapun caranya Pati Raga adalah : tangan
bersidakep kaki membujur dan menutup sembilan lobang ditubuh, tidak
bergerak-gerak, menahan tidak berdehem, batuk, tidak meludah, tidak
berak, tidak kencing selama sehari semalam tersebut. Yang bergerak
tinggallah kedipnya mata, tarikan nafas, anapas, tanapas nupus, artinya
tinggal keluar masuknya nafas, yang tenang jangan sampai
bersengal-sengal campur baur.
silahkan anda Copy paste artikel diatas
tapi kalau anda tidak keberatan mohon cantumkan sumber dengan linkback ke blog ini.
terimakasih....!!!
0 komentar:
Posting Komentar