Agar jangan keliru atau salah terima,
apabila ada anggapan bahwa semedi ini menghilangkan rahsanya hidup
atau nyawa ( hidupnya ) keluar dari badan wadag. Penerimaan seperti
itu, pada mulanya berasal dari cerita perjalanan Sri Kresna di
Dwarawati, atau sang Arjuna ketika angraga-sukma. Agar diperhatikan,
bahwa cerita seperti itu tetap hanya sebagai persemuan atau perlambang
(symbol, bukan hal atau cerita yang sebenarnya). Adapun uraian
mengenai lelaku semedi sebagai berikut. Istilah semedi sama dengan
sarasa, yaitu rasa-tunggal, maligini rasa (berbaur berjalannya rasa),
rasa jati, rasa ketika belum mengerti. Adapun matangnya perilaku atau
pengolahan (makarti) rasa disebabkan dari pengelolaan atau pengajaran,
ataupun pengalaman-pengalaman yang terterima atau tersandang pada
kehidupan keseharian. Olah rasa itulah yang disebut pikir, muncul
akibat kekuatan pengelolaan, pengajaran atau pengalaman tadi. Pikir
lalu memiliki anggapan baik dan jelek, kemudian memunculkan tata-cara,
penampilan dan sebagainya yang kemudian menjadi kebiasaan (pakulinan
/adat ). Apapun anggapan baik-buruk, yang sudah menjadi tata cara
disebabkan telah menjadi kebiasaan itu, kalau buruk, ya betul-betul
buruk, dan kalau baik, ya memang baik sesungguhnya. Dan itu semua
belum tentu, karena semua itu hanyalah kebiasaan anggapan. Adapun
anggapan (penganggep), belum pasti, tetap hanya menempati kebiasaan
tata cara (adat), jadi ya bukan kesejatian dan bukan kenyataan (real).
Apa yang dimaksudkan semedi disini, tidak
ada lain kecuali hanya untuk mengetahui kesejatian dan kasunyatan.
Adapun sarananya tidak ada lagi kecuali hanya mengetahui atau
menyilahkan anggapan dari perilaku rasa, yang disebut hilang-musnahnya
papan dan tulis. Ya disitu itu tempat beradanya rasa-jati yang nyata,
yang pasti, yang melihat tanpa ditunjukan (weruh tanpa tuduh). Adapun
terlaksananya harus mengendalikan segala sesuatunya ( hawa nafsu dan
amarah ), disertai dengan membatasi dan mengendalikan perilaku
(perbuatan anggota badan). Pengendalian anggota tadi, yang lebih tepat
adalah dengan tidur terlentang, disertai dengan sidhakep (tangan
dilipat didada seperti takbiratul ihram, atau seperti orang meninggal)
atau tangan lurus kebawah, telapak tangan kiri kanan menempel pada
paha kiri kanan, kaki lurus, telapak kaki yang kanan menumpang pada
tapak kaki kiri. Maka hal itu kemduian disebut dengan sidhakep
suku(saluku) tunggal. Ataupun juga dengan mengendalikan gerakan mata,
yaitu yang disebut meleng. Lelaku seperti itu dilakukan bagi yang
kuasa mengendalikan gerak-bisik cipta (gagasan, ide, olah pikir),
serta mengikuti arus aliran rahsa, adapun pancer-nya (arah pusat)
penglihatan diarahkan dengan memandang pucuk hidung, keluar dari
antara kedua mata, yaitu di papasu, adapun penglihatannya dilakukan
harus dengan memejamkan kedua mata.
Selanjutnya adalah menata keluar masuknya
napas, seperti berikut, Napas ditarik dari arah pusar, digiring naik
melebihi pucuk tenggorokan hingga sampai di suhunan (ubun-ubun),
kemudian ditahan beberapa saat. Proses penggiringan atau pengaliran
napas tapi ibarat memiliki rasa mengangkat apapun, adapun
kesungguhannya seperti yang kita angkat, itu adalah mengalirnya rasa
yang kita pepet dari penggiringan nafas tadi. Kalau sudah terasa berat
penyanggaan ( penahanan) napas, kemudian diturunkan secara
pelan-pelan. Lelaku seperti itu yang disebut sastra-cetha. Maksudnya
sastra adalah tajamnya pengetahuan, cetha adalah mantapnya suara
dipita suara (cethak), yaitu cethak (diujung dalam dari lidah) mulut
kita. Maka disebut demikian, ketika kita melaksanakan proses
penggiringan napas melebihi dada kemudian naik lagi melebihi cethak
hingga sampai ubun-ubun. Kalau napas kita tidak dikendalikan, jadi
kalau hanya menurutkan jalannya napas sendiri, tentu tidak bisa sampai
di ubun-ubun, sebab kalau sudah sampai tenggorokan langsung turun
lagi.
Apalagi yang disebut daiwan ( dawan ),
yang memiliki maksud : mengendalikan keluar masuknya napas yang
panjang lagipula disertai dengan sareh (kesadaran penuh dan utuh),
serta mengucapkan mantra yang diucapkan dalam batin, yaitu ucapan “hu”
disertai dengan masuknya napas, yaitu penarikan napas dari pusar naik
sampai ubun-ubun. Kemudian “Ya” disertai dengan keluarnya nafas,
yaitu turunnya nafas dari ubun-ubun sampai pada pusar; naik turunnnya
nafas tadi melebihi dada dan cethak (pita suara). Adapun hal itu
disebut sastra – cetha. Karena ketika mengucapkan dua mantra sastra:
“hu-ya”, keluarnya suara hanya dibatin saja, juga kelihatan dari
kekuatan cethak (tenggorokan). (Ucapan dan bunyi mantra atau dua
penyebutan ; “hu-ya” pada wirid Naksyabandiyah berubah menjadi ucapan;
“hu-Allah”, penyebutannya juga disertai dengan perjalanan nafas.
Adapun wiridan Syatariyah, penyebutan tadi berbunyi; [ la illaha illa
Allah], tetapi tanpa pengendalian perjalanan nafas.)
Untuk masuk keluarnya nafas seperti
tersebut diatas, satu angkatan hanya mampu mengulangi tiga kali ulang,
walau demikian, karena nafas kita sudah tidak sampai kuat melakukan
lagi, karena sudah berat rasanya ( menggeh-menggeh / ngos-ngosan ).
Adapun kalau sudah sareh (sadar-normal), ya bisa dilaksanakan lagi,
demikian seterusnya sampai merambah semampunya, karena semakin kuat
tahan lama, semakin lebih baik. Adapun setiap satu angkatan lelaku
tadi disebut tripandurat, maksudnya tri = tiga, pandu = Suci, rat =
Jagat = Badan = Tempat. Maksudnya adalah tiga kali nafas kita dapat
menghampiri jagat besar Yang Maha Suci bertempat didalam suhunan (
yang dimintai ). Yaitulah yang dibahasakan dengan pawirong kawulo
Gusti, maksudnya kalau nafas kita pas naik, kita berketempatan Gusti,
dan ketika turun, kembali menjadi kawula. Tentang masalah ini, para
pembaca hendaklah jangan salah terima! Adapun maksud disebutnya
kawula-Gusti, itu bukanlah nafas kita, akan tetapi daya ( kekuatan )
cipta kita. Jadi olah semedi itu, pokoknya kita harus menerapkan
secara konsisten, membiasakan selalu melaksanakan keluar-masuk dan
naik-turunnya nafas, disertai dengan mengheningkan penglihatan, sebab
pengliahatan itu terjadi dari rahsa.
silahkan anda Copy paste artikel diatas
tapi kalau anda tidak keberatan mohon cantumkan sumber dengan linkback ke blog ini.
terimakasih....!!!
0 komentar:
Posting Komentar