Selasa, 23 Agustus 2011

Misteri Panglima Burung Panglima Perang Orang Dayak











Hai
bro beberapa hari ini kita diramaikan berita tentang kematian orang
yang paling di buru di muka bumi ini oleh Amerika yaitu Osama bin laden,
kenapa jadi rame ya bro, mungkin karena kontroversi perlakuan jasad
obama yang di benamkan kelaut dan juga foto-foto yang beredar di media
masa di yakini palsu, ahh nggk habis-habis membahas masalah tersebut ya
bro, sekarang kita ke misteri yang satu ini dulu ya bro, up,s mengenai
foto panglima burung yang di atas, itu palsu bro..nggk papakan, seep
langsung aja ya.
















Dalam
masyarakat Dayak, dipercaya ada suatu makhluk yang disebut-sebut sangat
Agung, Sakti, Ksatria, dan Berwibawa. Sosok tersebut konon menghuni
gunung di pedalaman Kalimantan, dan sosok tersebut selalu bersinggungan
dengan alam gaib. Kemudian sosok yang sangat di dewakan tersebut oleh
orang dayak dianggap sebagai Pemimpin spiritual, panglima perang, guru,
dan tetua yang diagungkan. Ialah panglima perang Dayak, Panglima Burung,
yang disebut Pangkalima oleh orang Dayak pedalaman.

 


Ada
banyak sekali versi cerita mengenai sosok ini, terutama setelah namanya
mencuat saat kerusuhan Sambas dan Sampit. Ada yang menyebutkan ia telah
hidup selama beratus-ratus tahun dan tinggal di perbatasan antara
Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah. Ada pula kabar tentang Panglima
Burung yang berwujud gaib dan bisa berbentuk laki-laki atau perempuan
tergantung situasi. Juga mengenai sosok Panglima Burung yang merupakan
tokoh masyarakat Dayak yang telah tiada, namun rohnya dapat diajak
berkomunikasi lewat suatu ritual. Hingga cerita yang menyebutkan ia
adalah penjelmaan dari Burung Enggang, burung yang dianggap keramat dan
suci di Kalimantan.






Ada juga versi yang menceritakan bahwa Panglima
Burung adalah gelar yang diberikan kepada seorang Panglima di tanah
Meliau, Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat. Kehidupan sehari-hari
panglima ini seperti orang biasa (cuma tidak menikah) dan sosok
panglimanya akan hadir jika terjadi kekacauan di tanah Dayak. Begitu
juga dengan Panglima Naga. Panglima Naga adalah warga Nanga Mahap,
Kabupaten Sekadau, Kalimantan Barat. Panglima Naga sudah berpulang,
namun beliau memiliki keponakan dan keluarga. Salah satu Keponakan
Panglima Naga adalah anggota Dewan Kabupaten Sekadau 2004-2009. Jadi
Panglima Burung, Panglima Naga adalah sosok yang benar-benar ada. Begitu
versi yang di ceritakan.






Selain
banyaknya versi cerita, di penjuru Kalimantan juga ada banyak orang
yang mengaku sebagai Panglima Burung, entah di Tarakan, Sampit, atau pun
Pontianak.


Namun
setiap pengakuan itu hanya diyakini dengan tiga cara yang berbeda; ada
yang percaya, ada yang tidak percaya, dan ada yang ragu-ragu. Belum ada
bukti otentik yang memastikan salah satunya adalah benar-benar Panglima
Burung yang sejati.



Banyak sekali isu dan cerita yang beredar, namun ada satu versi yang
menurut saya sangat pas menggambarkan apa dan siapa itu Penglima Burung.
Ia adalah sosok yang menggambarkan orang Dayak secara umum. Panglima
Burung adalah perlambang orang Dayak. Baik itu sifatnya,
tindak-tanduknya, dan segala sesuatu tentang dirinya.

 


Lalu
bagaimanakah seorang Panglima Burung itu, bagaimana ia bisa
melambangkan orang Dayak?. Selain sakti dan kebal, Panglima Burung juga
adalah sosok yang kalem, tenang, penyabar, dan tidak suka membuat
keonaran. Ini sesuai dengan tipikal orang Dayak yang juga ramah dan
penyabar, bahkan kadang pemalu. Cukup sulit untuk membujuk orang Dayak
pedalaman agar mau difoto, kadang harus menyuguhkan imbalan berupa rokok
kretek.












Dan
kenyataan di lapangan membuyarkan semua stereotipe terhadap orang Dayak
sebagai orang yang kejam, ganas, dan beringas. Dalam kehidupan
bermasyarakat, orang Dayak bisa dibilang cukup pemalu, tetap menerima
para pendatang dengan baik-baik, dan senantiasa menjaga keutuhan warisan
nenek moyang baik religi maupun ritual. Seperti Penglima Burung yang
bersabar dan tetap tenang mendiami pedalaman, masyarakat Dayak pun
banyak yang mengalah ketika penebang kayu dan penambang emas memasuki
daerah mereka.


Meskipun
tetap kukuh memegang ajaran leluhur, tak pernah ada konflik ketika ada
anggota masyarakatnya yang beralih ke agama-agama yang dibawa oleh para
pendatang.


Riuh
rendah kehidupan para pendatang tak membuat mereka marah dan tak
berubah menjadi ketegangan di ruang yang lingkungannya adalah orang
Dayak Ngaju disebut Danum Kaharingan.






 




Kesederhanaan
pun identik dengan sosok Panglima Burung. Walaupun sosok yang
diagungkan, ia tidak bertempat tinggal di istana atau bangunan yang
mewah. Ia bersembunyi dan bertapa di gunung dan menyatu dengan alam.
Masyarakat Dayak pedalaman pun tidak pernah peduli dengan nilai nominal
uang. Para pendatang bisa dengan mudah berbarter barang seperti kopi,
garam, atau rokok dengan mereka.



Panglima Burung diceritakan jarang menampakkan dirinya, karena sifatnya
yang tidak suka pamer kekuatan. Begitupun orang Dayak, yang tidak
sembarangan masuk ke kota sambil membawa mandau, sumpit, atau panah.
Senjata-senjata tersebut pada umumnya digunakan untuk berburu di hutan,
dan mandau tidak dilepaskan dari kumpang (sarung) jika tak ada perihal
yang penting atau mendesak.



Lantas di manakah budaya kekerasan dan keberingasan orang Dayak yang santer dibicarakan dan ditakuti itu?






Ada satu perkara Panglima Burung turun gunung, yaitu ketika setelah terus-menerus bersabar dan kesabarannya itu habis.




  


Panglima
burung memang sosok yang sangat penyabar, namun jika batas kesabaran
sudah melewati batas, perkara akan menjadi lain. Ia akan berubah menjadi
seorang pemurka. Ini benar-benar menjadi penggambaran sempurna mengenai
orang Dayak yang ramah, pemalu, dan penyabar, namun akan berubah
menjadi sangat ganas dan kejam jika sudah kesabarannya sudah habis.










Panglima
Burung yang murka akan segera turun gunung dan mengumpulkan pasukannya.
Ritual adat yang di Kalimantan Barat dinamakan Mangkuk Merah akan
dilakukan untuk mengumpulkan para prajurit Dayak dari saentero
Kalimantan. Tarian-tarian perang bersahut-sahutan, mandau melekat erat
di pinggang. Mereka yang tadinya orang-orang yang sangat baik akan
terlihat menyeramkan. Senyum di wajahnya menghilang, digantikan tatapan
mata ganas yang seperti terhipnotis. Mereka siap berperang, Mengayau
(memenggal kepala) dan membawa kepala yang di anggap musuhnya tersebut
kemana-mana dan baru bisa berhenti apabila kepala adat yang dianggap
perwakilan Panglima Burung menyadarkan mereka.












Inilah
yang terjadi di kota Sampit Kalimantan Tengah beberapa tahun silam,
ketika pemenggalan kepala terjadi di mana-mana hampir di tiap sudut
kota.

Meskipun kejam dan beringas dalam keadaan marah, Penglima Burung
sebagaimana halnya orang Dayak tetap berpegang teguh pada norma dan
aturan yang mereka yakini. Antara lain tidak mengotori kesucian tempat
ibadah agama manapun dengan merusaknya atau membunuh di dalamnya.


Karena
kekerasan dalam masyarakat Dayak ditempatkan sebagai opsi atau pilihan
terakhir, saat kesabaran sudah habis dan jalan damai tak bisa lagi
ditempuh, begitu yang mereka yakini dalam sudut pandang mereka.


Pembunuhan,
dan kegiatan mengayau, dalam hati kecil mereka itu tak boleh dilakukan,
tetapi karena didesak ke pilihan terakhir dan untuk mengubah apa yang
menurut mereka salah, itu memang harus dilakukan. Dan inilah budaya
kekerasan yang sebenarnya patut ditakuti itu.








Kemisteriusan
memang sangat identik dengan orang Dayak. Stereotipe ganas dan kejam
pun masih melekat. Memang tidak semuanya baik, karena ada banyak juga
kekurangannya dan kesalahannya. Terlebih lagi kekerasan, yang apapun
bentuk dan alasannya entah itu balas dendam, ekonomi, kesenjangan
sosial, dan lain-lain tetap saja tidak dapat dibenarkan. Mata dibalas
mata hanya akan berujung pada kebutaan bagi semuanya. Terlepas dari
segala macam legenda dan mitos, atau nyata tidaknya tokoh tersebut.


Panglima Burung bagi saya merupakan sosok perlambang sejati orang Dayak.






Amun
ikam kada maulah sual awan ulun, ulun gen kada handak jua bahual lawan
pian malah ulun maangkat dingsanak awan pian, begitu yang di ucapkan
orang kalimantan khususnya orang Banjar untuk menggambarkan sikap dari
orang-orang Dayak.






Oke
bro sampai disini dulu cerita tentang Panglima Burung terima kasih atas
kunjungannya di blog yang sederhana ini, sampai jumpa. Peace from
Kalimantan.





sumber : ( koran banjar, rg.com)



silahkan anda Copy paste artikel diatas
tapi kalau anda tidak keberatan mohon cantumkan sumber dengan linkback ke blog ini.
terimakasih....!!!

0 komentar:

Posting Komentar