Sabtu, 23 Juli 2011

Memahami fenomena hujan hewan, darah dan materi organik

Hujan
hewan dan darah. Ini adalah salah satu topik yang paling sering dibahas
oleh para blogger misteri. Namun fenomena ini menjadi lebih familiar di
telinga kita akhir-akhir ini karena siaran-siaran televisi
mengkaitkannya dengan fenomena mistik (walaupun fenomena yang disinggung
sebenarnya telah berlangsung beberapa tahun yang lalu). Karena itu,
tidak ada salahnya kita kembali mereview fenomena ini dan melihat
kaitannya dengan dunia sains.



Ketika kita mendengar nama "hujan hewan",
mungkin kita segera beranggapan kalau sebutan ini adalah sebuah idiom.
Tetapi, sesungguhnya nama ini benar-benar mencerminkan peristiwa yang
sebenarnya, yaitu jatuhnya hewan-hewan seperti ikan atau kodok ke bumi.
Walaupun berhubungan dengan hewan, fenomena ini lebih sering dikaitkan
dengan fenomena meteorologi. Kita akan melihat sebabnya nanti.

Fenomena
ini tidak terbatas pada jatuhnya hewan-hewan saja, melainkan juga
materi-materi organik lainnya seperti daging atau darah.

Walaupun
baru dihebohkan akhir-akhir ini oleh beberapa siaran televisi, catatan
mengenai keberadaan fenomena ini sebenarnya telah berlangsung sejak
ribuan tahun yang lalu. Contohnya Pliny the elder, seorang sejarawan Romawi kuno yang hidup pada abad ke-1 Masehi, pernah menyebutkan mengenai adanya badai kodok dan ikan.

Jadi, fenomena ini jelas bukan sesuatu yang baru.

Lalu, apa yang menyebabkannya? apakah fenomena ini berkaitan dengan peristiwa mistik? Jawabannya: tentu saja tidak.

Penyebab Fenomena
Pernahkah kalian menonton film berjudul Twister?

Dari
judulnya saja, kita tahu kalau film ini bercerita mengenai tornado.
Dalam salah satu adegan, kita bisa melihat sebuah tornado berskala 5
mengamuk dengan ganas. Setiap benda yang dilewatinya dihisap dan
terangkat ke langit, entahkah itu rumah, pohon, sapi atau bahkan sebuah
truk berukuran besar.

Setelah beberapa lama terbang di langit,
ketika kekuatan tornado melemah, benda-benda yang diterbangkannya akan
terhempas kembali ke bumi. Dengan kata lain terjadi hujan puing, pohon,
truk dan tentu saja sapi.

Sama seperti apa yang digambarkan di film tersebut, fenomena hujan hewan kebanyakan disebabkan oleh angin tornado, baik yang terbentuk di darat atau di perairan (waterspout).

Salah
satu deskripsi yang meneguhkan kesimpulan ini dapat ditemukan pada
cuplikan berita yang dimuat di sebuah harian di Minneapolis, Amerika
Serikat, pada Juli 1901:

"Ketika
badai sedang bertiup dengan kencang-kencangnya, terlihat sebuah
kumpulan besar berwarna hijau seperti sedang turun dari langit, lalu
terdengar suara rintik-rintik aneh. Ketika badai reda, para penduduk
menemukan berbagai jenis katak menutupi area seluas lebih dari empat
blok, bahkan di beberapa ruas jalan, jumlah katak sangat banyak sehingga
jalan itu tidak dapat dilewati."

Dalam kondisi badai
petir, sebuah tornado mini bisa terbentuk. Ketika tornado mini ini
bergerak melewati air dimana terdapat ikan atau kodok, angin ini akan
mengangkat hewan-hewan tersebut hingga sejauh beberapa mil. Cepat atau
lambat, hewan-hewan tersebut akan jatuh ke bumi. Dalam beberapa kasus,
ada hewan yang masih hidup ketika jatuh ke bumi. Dalam kasus lain,
hewan-hewan tersebut sudah berada dalam kondisi mati atau membeku.


Selain
karena tornado yang terbentuk di darat, Hujan hewan juga bisa
disebabkan oleh tornado yang terbentuk di perairan yang biasa disebut
waterspout. Kolom udara ini diperkirakan telah menghisap hewan-hewan
yang ada di air dan membawanya terbang hingga menjatuhkannya ke tempat
lain yang berjarak cukup jauh. Ini bisa menjelaskan mengapa dalam banyak
kasus hujan hewan, hanya ditemukan hewan-hewan air tanpa adanya
benda-benda darat seperti rumput atau kayu.



Hujan hewan lainnyaDari antara fenomena hujan hewan, hujan ikan adalah yang paling umum terjadi. Misalnya, peristiwa hujan ikan di Singapura yang terjadi pada tahun 1861. Lalu di Rhode Island pada tahun 1900 atau di India pada tahun 2009.

Yang
menarik adalah, fenomena hujan ikan yang terjadi setiap tahun antara
bulan Mei dan Juli di Honduras dan telah berlangsung selama lebih dari
100 tahun. Sebelum hujan ikan terjadi, memang para penduduk selalu
melaporkan adanya badai petir yang mendahului.

Selain ikan, hewan lainpun tidak luput dari cengkeraman sang tornado.

Pada tanggal 1 Agustus 1869, seekor sapi dikabarkan jatuh dari langit di California. Peristiwa serupa juga dilaporkan pada tahun 1876 di Kentucky.
Sekarang, dengan adanya teknologi kamera perekam, sapi yang dibawa
angin dan jatuh bukan lagi sesuatu yang aneh. Ya, walaupun hanya satu
ekor, sapi yang jatuh pun disebut "hujan sapi".

Pada tahun 1894, di kota Bath, Inggris, terjadi hujan ubur-ubur.

Pada tanggal 6 April 2007, terjadi hujan laba-laba di propinsi Salta, Argentina.


Pada tanggal 11 Juli 2007, terjadi hujan cacing di Louisiana, Amerika Serikat. Cacing-cacing ini dipercaya terbawa semburan angin dari Lacassine Bayou yang jaraknya 5 mil dari lokasi peristiwa.

Pada Juni 2009, terjadi hujan ikan dan kecebong di perfektur Ishikawa, Jepang. peristiwa Ishikawa ini adalah peristiwa yang paling banyak diberitakan oleh televisi Indonesia akhir-akhir ini.


Lalu, pada tanggal 11 Maret 2010, saya memposting mengenai peristiwa jatuhnya lebih dari 100 ekor burung jalak di Somerset, Inggris, yang dilaporkan oleh seorang perempuan bernama Julie Knight. Walaupun peristiwa ini belum tentu disebabkan oleh angin, tetapi peristiwa inipun bisa disebut sebagai "hujan burung".

Namun,
masih ada satu misteri yang meliputi fenomena hujan hewan. Teori
tornado mini memang dianggap bisa menjawab cara membawa hewan-hewan
tersebut ke darat, namun para peneliti masih berusaha memahami mengapa
pada umumnya hanya satu jenis hewan yang jatuh ke bumi setiap kali
hujan. Teka-teki ini masih belum mendapatkan pemecahannya hingga saat
ini.

Hujan Materi OrganikSama
dengan fenomena hujan hewan, masih ada bagian-bagian dari fenomena
hujan organik yang belum dapat dipahami sepenuhnya oleh para peneliti.

Salah
satu peristiwa yang berhubungan dengan hujan materi organik adalah
peristiwa hujan daging segar yang terjadi pada tanggal 9 Maret 1876 di Olympia Springs, Amerika Serikat. Menurut saksi mata bernama Allen Crouch,
potongan-potongan daging kecil berjatuhan dari langit di halaman
rumahnya seperti butiran salju. Dua pria yang meneliti gumpalan daging
itu menyimpulkan kalau daging itu kemungkinan adalah daging menjangan
atau domba. Sebagian orang menduga kalau daging itu berasal dari
domba-domba yang tercincang ketika terbawa angin.

Lalu, yang kembali dihebohkan pada akhir-akhir ini adalah hujan merah atau hujan darah Kerala yang terjadi pada Juli 2001 di India.

Hujan darah Kerala
Pada tanggal 13 Mei 2009, saya pernah memposting mengenai topik ini secara ringkas. Namun, pada tulisan tersebut saya memang belum menyampaikan hasil kesimpulan resmi para peneliti. Karena itu saya akan sedikit membahasnya kembali.

Pertama kita harus tahu kalau istilah "hujan darah"
tidak berarti benar-benar terjadi hujan darah hewan atau manusia.
istilah "darah" hanya digunakan untuk merujuk kepada materi air yang
berwarna merah. Walaupun langka, namun peristiwa "hujan darah" bukan sesuatu yang asing dalam dunia sains. Contohnya, peristiwa serupa juga pernah terjadi di Columbia pada tahun 2008.

Beberapa
peneliti telah mengajukan teori mengenai hujan merah Kerala. Salah
satunya adalah teori yang mengatakan kalau materi merah yang bercampur
dengan air hujan itu adalah darah sejumlah besar kelelawar yang
terbunuh ketika melewati badai.

Sebagian lain percaya kalau warna merah itu adalah pasir gurun yang terbawa angin dan jatuh bersamaan dengan hujan.

Lalu, ada lagi teori yang menyebutkan kalau partikel merah itu sebenarnya adalah debu meteor. Pada kasus "Hujan darah" yang terjadi di Sisilia
pada tahun 1872, peneliti berhasil menemukan adanya kandungan besi
merah yang membuat mereka mengambil kesimpulan kalau partikel merah itu
diakibatkan oleh debu meteor.

Sebagian lagi percaya kalau warna
merah itu mungkin disebabkan oleh sejenis bakteri karena peristiwa
serupa (walaupun bukan berupa hujan) pernah terlihat di Antartika dimana
saljunya mengeluarkan cairan merah seperti darah. Saya pernah memposting mengenai ini pada tanggal 14 Mei 2010.

Namun, mengenai hujan darah Kerala sendiri, pemerintah India bersama Centre for earth Science Studies telah mengeluarkan pernyataan resmi kalau penyebab warna merah tersebut adalah spora sejenis alga yang termasuk ke dalam genus Trentepohlia. Alga jenis ini memang banyak terdapat di wilayah Kerala.

Penemuan ini didukung oleh Seffield University yang bersama dengan Dr.Chandra Wickramasinghe telah lama mempelajari spora stratosferik
secara mendalam. Dr.Wickramasinghe mengatakan kalau partikel merah pada
hujan Kerala mirip seperti jamur karat dan ia juga menegaskan tidak
adanya darah pada hujan tersebut.

Namun, walaupun penyebab warna
merah pada air hujan telah diketahui, para peneliti masih belum bisa
memastikan bagaimana spora itu bisa menyebar dalam jumlah besar. Tetapi
paling tidak, kita tahu kalau peristiwa ini sama sekali tidak
berhubungan dengan sesuatu yang mistik.

Peristiwa Nelayan Jepang dan Sapi Langit
Sebelum saya akhiri tulisan ini, saya ingin menceritakan sebuah kisah untuk kalian para pembaca. Kisah ini mengenai seekor sapi yang jatuh dari langit.

Pada
tahun 1997, Tim penyelamat Jepang berhasil menyelamatkan sejumlah
nelayan yang telah berpegangan di puing-puing kapal mereka di laut
lepas selama beberapa jam.

Yang menarik adalah, pengakuan mereka mengenai penyebab tenggelamnya kapal mereka.

Menurut nelayan-nelayan itu, seekor sapi
telah jatuh dari langit, menimpa kapal mereka dan menyebabkannya
tenggelam. Pihak berwenang yang mendengar pengakuan ini mengira mereka
sedang bercanda dan segera menjadi gusar. Lalu, para nelayan yang malang
itu segera dimasukkan ke dalam penjara.

Tidak lama kemudian, angkatan udara Rusia
menginformasikan kepada pihak otoritas Jepang kalau salah satu kru
mereka telah mencuri seekor sapi untuk dipotong. Sapi itu kemudian
dimasukkan ke dalam pesawat dan dibawa terbang. Ketika pesawat sedang
mengudara, sapi itu menjadi marah dan mulai mengacaukan situasi, mungkin
karena panik atau mabuk udara.

Untuk menyelamatkan pesawat yang sedang terbang, para kru memutuskan untuk melempar sapi itu keluar.

Dan
akhirnya, kita mendapatkan sebuah kapal penangkap ikan yang tenggelam
dan para nelayannya yang berjuang memegang puing-puing kapal sambil
berusaha merenungkan peristiwa yang baru saja menimpa mereka.

Ini baru namanya hari yang sial.

Jadi,
ketika kita melihat keluar dan masih melihat tetesan air bening yang
turun ke bumi, mungkin kita harus mengucap syukur karenanya (ingat nasib
para nelayan Jepang).

(wikipedia, bbc.co.uk, rulesmasters.com, thelivingmoon.com)


 


sumber : enigma

0 komentar:

Posting Komentar