Sabtu, 04 Juni 2011

perjalanan sang DRUPADI menghantar DARMA ( bagian 3 )




 







perjalanan sang DRUPADI


Tiba-tiba Drupadi mengaduh dan jatuh terkulai serta tak lama kemudian menemui ajal, Bima sedih melihatnya dan bertanya: “Kakangku, Drupadi telah mati, apakah ia membawa dosa?









Yudhistira: “Adikku
Bima, setiap kematian membawa dosa. Semasa hidupnya Drupadi bertindak
pilih kasih. Ia lebih mencintai Arjuna daripada kita. Dosa itulah yang
akan ia bawa,
” jelasnya.

SYAHADAT
SANG DRUPADI TAK PERNAH SAMPAI KEPADA YUDISTIRA...DAN HANYA SAMPAI
KEPADA ARJUNA..MAKA DIMASA KEHIDUPAN YANG LALU IA TAK PERNAH MENCAPAI
MOKSA...DAN DIKEHIDUPAN YANG SEKARANG AKANKAH PERISTIWA ITU KEMBALI
TERULANG...SELAGI NAFAS MASIH BERSEMAYAM DIJANTUNGMU..






sadewa




Tidak lama kemudian Sadewa pun terjatuh dan ajal seketika. Bima bertanya: “Kakang lihat, Sadewa pun mati, apa pendapatmu?


Yudhistira: “Adikku,
Tuhan tidak menyukai orang yang sombong. Ketika masih hidup Sadewa
suka menyombongkan diri, bahwa dialah yang paling pintar tak ada yang
mengungguli. Padahal setiap manusia mempunyai keterbatasan. Itulah
dosanya.


Perjalanan
diteruskan dan semakin jauh menyelusuri gurun pasir dan kelelahan pun
semakin terasa. Tiba-tiba nakula pun terjatuh dan menghembuskan nafas
yang terakhir. 







 nakula





Bima kembali bertanya: “Kakang Yudhistira, Nakula pun menyusul, bagaimana pendapatmu?


Jika
seseorang merasa dirinya lebih dari yang lain, maka orang itu takabur.
Begitupun Nakula. Ia merasa dirinya yang paling tampan tiada duanya.
Itu pertanda hatinya tak setampan lahirnya. Karena itu ia tak dapat
mengikuti kita,
” jelasnya.











arjuna




Belum kering
mulut Yudhistira berkata, giliran Arjuna jatuh terkulai mengalami nasib
yang sama. Padahal kesaktiannya seperti Hyang Indra “Apakah dosanya Kang?



Yudhistira: “Arjuna
pun terkena penyakit takabur. Ketika anaknya mati, ia telah sesumbar
sanggup mengalahkan musuh dalam satu hari sebelum matahari terbenam.
Padahal kesanggupannya hanya terdorong oleh nafsu semata, sehingga
janjinya tak dapat dibuktikan. Itulah dosanya.












  





bima











Tak berapa lama tiba-tiba Bima mengerang: “Oh, kakang tolong aku, badanku gemetar aku tak mampu berjalan, tolong aku kang…: Adikku
Bima, engkau makan sangat gembul tanpa mengindahkan orang lain yang
juga butuh makanan. Kata-katamu kasar tak perduli dengan siapa engkau
berbicara. Selain itu engkau selalu menyombongkan kekuatanmu. Karena itu
terimalah apa yang telah engkau lakukan,
” dan sang Bima pun menemui ajalnya.











  





yudistira (punta dewa/sami aji)











 Tinggallah Yudhistira seorang diri hanya ditemani anjingnya yang sangat setia. Hatinya sedih tak terperikan lalu ia berdoa: “Duh
Maha Agung, terimalah adik-adik hamba menghadap -Mu. Meski mati
membawa dosa, tetapi mereka pun banyak berbuat amal kebaikan semasa
hidupnya. Karena itu ampunilah dosanya, berilah mereka tempat yang
layak sesuai dengan amal perbuatannya.





Kemudian ia berkata kepada anjingnya: “Anjingku
yang setia, engkau telah menjadi saksi atas kepergian adik-adikku. Tak
lama lagi mungkin giliranku. Tapi aku sangat sedih karena kau harus
menyendiri. Padahal selama ini engkau begitu setia menyertaiku.

Baru saja Yudhistira hendak beranjak, tiba-tiba di angkasa terdengar
suara mengguruh ternyata Hyang Indra datang dengan kereta kencana tiba
di hadapan Yudhsitra seraya bersabda: “Ya Yudhistira, janganlah
engkau bersedih atas kematian adik-adik dan istrimu. Mati telah menjadi
bagian setiap manusia. Sekarang naiklah ke atas kereta, engkau akan
kubawa ke swarga tanpa harus meninggalkan jasadmu sebagai penghargaan
atas keutamaanmu.





Yudhistira : “Ya
sang Pikulun, hamba sangat bersyukur mendapat anugerah yang tak
terhingga besarnya. Hanya ada satu permintaan sebelum paduka membawa
hamba.
” “katakan apa yang kau minta?” tanya Indra. “Hamba mohon supaya anjing ini diperkenankan turut serta naik ke swarga,” pintanya.





Indra : “Yudhistira,
ketahuilah bahwa engkau akan kubawa ke alam yang teramat suci tanpa
noda sedikit pun. Seedang anjing adalah hewan yang sangat kotor. Karena
itu jangalah engkau memikirkannya, walaupun ia setia padamu.





Yudhistira : “Kalau
demikian lebih baik hamba tinggal di sini bersamanya. Hamba tidak tega
meninggalkan dia sendirian di tengah hamparan pasir yang luas sejauh
mata memandang. Dia telah merasakan kelelahan yang amat sangat menempuh
perjalanan yang amat jauh bersama hamba,
” jawab Yudhistira bertahan.

Indra : “Kalau begitu engkau tidak menghargai kesetiaan
saudara-saudaramu yang telah pergi lebih dahulu. Selama hidupnya mereka
begitu setia kepadamu hingga akhir hayatnya. Lalu mana kesetiaanmu
kepada mereka?
” sergahnya.





Yudhistira : “Tidak
dapat dikatakan hamba tak akan setia kepada mereka, karena mereka
telah ajal lebih dahulu. Kecuali jika mereka masih hidup kemudian hamba
meninggalkan mereka, barulah itu dikatakan bahwa hamba tidak setia
kepada mereka. Dan kini seekor anjing walaupun hewan kotor, karena dia
sangat setia kepada hamba dan adik-adik hamba, apakah hamba harus tega
meninggalkannya sendirian di alam terbuka tanpa ada yang menemani.
Bukankah anjing juga makhluk Tuhan? Oh, tidak sang Pikulun, lebih baik
hamba tak ke swarga daripada harus meninggalkan dia,
” kilahnya.





Tiba-tiba anjing itu menghilang dan Dewa Darma telah berada di hadapan yudhistira merangkul dan bersabda: “Anakku
Yudhistira, telah dua kali aku menguji keutamaanmu. Pertama ketika
saudara-saudaramu mati di tepi hutan karena minum air kolam. Ketika kau
minta supaya Nakula yang dihidupkan bukan Arjuna saudara sekandungmu,
karena engkau lebih mengutamakan keadilan daripada kasih sayang. Dan
sekarang engkau lebih baik tak jadi ke swarga daripada harus
meninggalkan seekor anjing yang setia kepadamu. Mengingat keutamaanmu,
engkau diperkenankan naik ke swarga bersama jasadmu.











  







syang hyang darma suci













Ringkas
cerita Yudhistira telah naik ke alam akhirat. Setibanya di sana ia
melihat-lihat apakah saudara-saudaranya berada di situ. Ternyata tak
seorang pun ia lihat. Bahkan ia kaget ketika melihat Duryudana sedang
duudk di singgasana disanjung dan dimuliakan. Ia berkata dalam hatinya:
Ah, ini tidak sesuai dengan karyanya di dunia. Walaupun ia raja
tapi ia berwatak angkara. Justru dialah yang menyulut api perang
Baratayudha. Tapi mengapa ia justru ditempatkan di swarga?
” Batara Narada yang menyertai terusik rasa, tahu apa kata hati si anak Pandu itu lalu berkata: “Wahai
Yudhistira, janganlah engkau heran. Matinya Duryudana di medan perang
sebagai seorang perwira. Maka sudah sepantasnya Maha Kuasa mengganjar
dengan kemulian.





Hamba
tak berhak mencampuri urusan akhirat, silahkan bila Duryudana diberi
ganjaran kemuliaan. Tetapi kalau tempat ini pantas untuk Duryudana,
lalu di manakah tempat berkumpulnya saudara hamba?
” tanya Yudhistira.





Narada
lalu menitahkan seorang ahli swarga mengantar Yudhistira ke tempat
saudaranya berkumpul. Ternyata jalannya penuh kerikil dan batu-batuan.
Ribuan nyamuk berterbangan, di sepanjang jalan darah berceceran, daging
terkeping-keping serta tulang-tulang berserakan ditambah bau amis
sangat menyengat. Tak lama terlihat sebuah kancah dengan godongan
minyak yang sangat panas sedang menggodog manusia-manusia yang sedang
disiksa. Yudhistira tak sampai hati dan ingin berlalu. Tetapi tiba-tiba
ada suara menghimbau: “Oh, jangan pergi dulu sang Prabu, karena air
minyak yang sangat panas ini, begitu tuan datang mendadak menjadi
sangat dingin bagai hawa di pegunungan.





Ternyata
yang berbicara bukan hanya seorang, tetapi beberapa orang yang sedang
mendapat siksaan. Yudhistira kaget, karena ia mengenal satu-satunya
suara itu. Lalu ia bertanya siapa tadi yang bertanya. Maka mereka
menjawab: “Aku Karna, Aku Bima.” Lalu lainnya: “Saya Arjuna,”
demikian seterusnya sampai nama Nakula Sadewa dan Drupadi. Setelah
jelas bahwa mereka yang sedang mendapat siksaan itu adalah
saudara-saudaranya, Yudhistira minta kepada pengiringnya agar
meninggalkan tempat itu. Biarlah dia ingin menyertai mereka, agar
godongan minyak itu tetap dingin.





Tetapi
tak lama kemudian berdatanganlah para Dewa ke tempat siksaan dan..
seketika tempat yang semula berupa kancah godongan berubah menjadi
suatu tempat yang amat indah tiada tara, sejuk nyaman dengan semilir
angin yang menyejukkan ditambah tercium harum yang mewangi di
sekitarnya. Hyang Indra kemudian bersabda:





Yudhistira,
jangan engkau masygul, sebab ini adalah suatu rahasia. Setiap manusia
tak dipilih-pilih harus ke neraka. Hanya ada aturan tertentu, siapa
yang ke swarga dahulu, selanjutnya harus ke nereka. . Dan siapa yang ke
neraka dahulu, akhirnya akan ke swarga. Artinya apabila di dunia
hidupnya berbuat jahat, maka di akhiratnya akan diganjar swarga dahulu,
kemudian dimasukkan ke nereka. Sedang tuan harus melihat, sebab tuan
pernah berbohong menipu Dorna ketika perang tuan mengatakan bahwa
Aswatama telah mati. Demikian pula saudara-saudara tuan masuk kenera
karena ada dosanya. Tetapi sejak hari ini, hukumannya telah ditutup dan
mereka akan masuk swarga. Nah, biarkan mereka lebih dahulu memasuki
gerbang Nirwana.


Setelah itu sukma Yudhistira medal dari raga badannya dan dengan
diiringi para Dewa masuk ke swarga bertemu dengan saudara-saudara serta
para kerabat dan sahabatnya mendapat sejatining kemuliaan.


Sanghyang
sukma sejati....engkang anglenggahi telenging ati..menopo tego loro
tego pati panjenengan sowan piyambak ing ngarsanipun....yo yo
raganiro...jeneng siro wus mangerteni babakan iki kanthi lumantar guru
sejatiningsun nora susah rogoniro bali menyang patang anasir..hayo
nggayuh sampurnaning dumadi (jeneng siro bakal kawedar babakan
kamuksan.ateges sampurno lan paripurno)




selesai

0 komentar:

Posting Komentar