Pembukaan :
Amenangi jaman edan
ewuh aya ing pambudi
Melu edan nora tahan
yen tan melu anglakoni
boya kaduman melik
Kaliren wekasanipun
Dilalah karsa Allah
Begja-begjane kang lali
luwih begja kang eling lawan waspada”
(pupuh 7, Sent Kalatidha)
Terjemahan :
Mengalami jaman gila
sukar sulit (dalam) akal ikhtiar
Turut gila tidak tahan
kalau tak turut menjalaninya
tidak kebagian milik
kelaparanlah akhirnya
Takdir kehendak Allah
sebahagia-bahagianya yang lupa
lebih berbahagia yang sadar serta waspada”.
- Syair jaman edan, dimana manusia kehilangan dasar sikap dan perilaku yang benar.
- Di dalam Serat Kalatidha, Sabda Pranawa Jati Ki pujangga melihat kesusahan yang terjadi pada jaman itu . . .
Rajanya utama, patihnya pandai dan
menteri-menterinya mencita-citakan kesejahteraan rakyat serta semua
pegawai-pegawainya cakap. Akan tetapi banyak kesukaran-kesukaran
menimpa negeri; orang bingung, resah dan sedih pilu, serta dipenuhi
rasa kuatir dan takut. Banyak orang pandai dan berbudi luhur jatuh dari
kedudukannya. Banyak pula yang sengaja menempuh jalan salah . . .
harga diri turun . . . akhlak merosot. Pada waktu-waktu seperti itu
berbahagialah mereka yang sadar/ingat dan waspada.
- Menghadapi jaman seperti itu Ki
Ronggowarsito memberikan petuah-petuahnya, yaitu yang dapat disebut
sebagai empat pedoman hidup.
I. Tawakal marang Hyang Gusti
- Pedoman yang pertama; yaitu kepercayaan iman dan pengharapan kepada Tuhan.
- Pedoman inilah yang menjadi dasar hidup, perilaku dan karya manusia.
1. “Mupus papasthening takdir, puluh-puluh anglakoni kaelokan”
(pupuh 6, Kalatidha).
Arti :
Menyadari ketentuan takdir, apa boleh buat (harus) mengalami keajaiban. Manusia hidup harus menerima keputusan Tuhan.
2. “Dialah karsa Allah, begja-begjane kang lali, luwih becik eling lawan waspada”
(pupuh 7, Kalatidha)
Arti :
- Memanglah kehendak Allah, sebahagia-babagianya yang lupa, lebih bahagia yang sadar ingat dan waspada.
- Manusia harus selalu menggantungkan diri kepada kehendak (karsa) Allah.
- Karsa atau kehendak Allah itu seperti
yang tersirat dalam ajaran agama, kitab suci, hukum-hukum alam, adat
istiadat dan ajaran leluhur.
3. Muhung mahasing ngasepi, supaya antuk parimirmaning Hyang suksma.
(pupuh 8, Kalatidha)
Arti:
Sebaiknya hanya menjauhkan diri dari keduniawian, supaya mendapat kasih sayang Tuhan.
- Di kala ingin mendekatkan jiwa pada Tuhan, memang pikiran dan nafsu harus terlepas dari hal keduniawian.
- Supayantuk: Supaya dilimpahi Parimirmaning Hyang suksma; Kasih sayang Tuhan.
4. Saking mangunah prapti, Pangeran paring pitulung.
(pupuh 9, Kalatidha)
Arti :
Pertolongan datang dari Tuhan, Tuhan melimpahkan pertolongan.
- Hanya Dia, Puji sekalian alam, Gembala yang baik, yang dapat menolong manusia dalam kesusahannya.
- Mangunah : Pertolongan Tuhan
Prapti : Datang.
5. Kanthi awas lawan eling, kang kaesthi antuka parmaning suksma.
(pupuh 10, Kalatidha)
Arti:
Disertai dasar/awas dan ingat, bertujuan mendapatkan kasih sayang Tuhan.
6. Ya Allah ya Rasululah kang sifat murah lan asih.
(pupuh 11, Kalatidha)
Arti :
Ya Allah ya nabi yang pemurah dan pengasih.
7. Badharing sapudendha, antuk mayar sawatawis, borong angga suwarga mesti martaya.
(pupuh 12, Kalatidha)
Arti
(Untuk) urungnya siksaan (Tuhan),
mendapat keringanan sekedarnya, (sang pujangga) berserah diri (memohon)
sorga berisi kelanggengan.
- Pengakuan kepercayaan bahwa pada Tuhanlah letak kesalamatan manusia.
Pupuh-pupuh tambahan:
8. Setyakenang naya atoh pati, yeka
palayaraning atapa, gunung wesi wasitane tan kedap ing pan dulu ning
dumadi dadining bumi, akasa mwang; riya sasania paptanipun, jatining
purba wisesa, tan ana lara pati kalawan urip, uripe tansah tungga”.
(pupuh 88, Nitisruti)
Arti:
Bersumpahlah diri dengan niat memakai
tuntunan (akan) mempertaruhkan nyawa, yaitulah laku orang bertapa di
(atas) gunung besi (peperangan) menurut bunyi petuah. Tak akan salah
pandangannya terhadap segala makhluk dan terjadinya bumi dan langit
serta segala isinya. Sekaliannya itu sifat Tuhan; tak ada mati,
hiduppun tiada, hidupnya sudah satu dengan yang Maha suci.
- Karya sastra Nitisruti ditulis oleh Pangeran di Karangayam (Pajang), pada tahun saka atau 1591 M.
- Mengenai tekad untuk mengenal Tuhan dan rahasiaNya.
- Mengenal kekuasaan di balik ciptaan-Nya, karena sudah bersatu dengan Gusti-Nya.
9. Sinaranan mesu budya, dadya
sarananing urip, ambengkas harda rubeda, binudi kalayan titi, sumingkir
panggawe dudu, dimene katarbuka, kakenan gaibing widi.
(Dari serat Pranawajati)
Arti:
Syaratnya ialah memusatkan jiwa, itulah
jalannya di dalam hidup, menindas angkara yang mengganggu, diusahakan
dengan teliti, tersingkirkanlah perbuatan salah, supaya terbukalah
mengetahui rahasia Tuhan.
- Serat Pranawajati ditulis oleh Ki R.anggawarsita
- Pupuh ini menjelaskan jalan kebatinan untuk mencapai (rahasia) Tuhan.
10. Pamanggone aneng pangesthi rahayu,
angayomi ing tyas wening, heninging ati kang suwung, nanging sejatine
isi, isine cipta kang yektos”.
(Dari serat Sabda Jati)
Arti:
Tempatnya ialah di dalam cita-cita
sejahtera, meliputi hati yang terang, hati yang suci kosong, tapi
sesungguhnya berisi, isinya cipta sejati.
11. Demikianlah orang yang dikasihi
Tuhan, yang selalu mencari-Nya untuk memuaskan dahaga batin. Ia akan
berbahagia dan merasa tentram sejahtera; sadar akan arti hidup maupun
tujuan hidup manusia. Pembawaannya rela, jujur dan sabar; pasrah,
sumarah lan nanima, berbudi luhur dan teguh dihati.
II. Eling lawan Waspada
- Pedoman yang kedua; yaitu sikap hidup yang selalu sadar-ingat dan waspada.
- Pedoman inilah yang menjaga manusia hingga tidak terjerumus ke dalam lembah kehinaan dan malapetaka.
Pupuh-pupuh :
1. Dilalah karsa Allah, begja-begjane kang lali luwih becik kang eling lawan waspada.
(Pupuh 1, Kalatidha)
Arti :
akdir kehendak Allah, sebahagia-bahagianya yang lupa, lebih bahagia yang sadar / ingat dan waspada.
2. Yen kang uning marang sejatining
kawruh, kewuhan sajroning ati, yen tan niru nora arus, uripe kaesi-esi,
yen niruwa dadi asor.
(Pupuh 8, Sabda Jati)
Arti:
Bagi yang tidak mengetahui ilmu sejati
bimbanglah di dalam hatinya, kalau tidak meniru (perbuatan salah) tidak
pantas, hidupnya diejek-ejek, kalau meniru (hidupnya} menjadi rendah.
3. Nora ngandel marang gaibing Hyang
Agung, anggelar sekalir-kalir, kalamun temen tinemu, kabegjane anekani,
kamurahaning Hyang Monon”.
(Pupuh 9, Sabda Jati)
Arti :
Tidak percaya kepada gaib Tuhan, yang
membentangkan seluruh alam, kalau benar-benar usahanya, mestilah
tercapai cita-citanya, kebabagiaannya datang, itulah kemurahan Tuhan.
- Serat Sabda Jati adalah juga ditulis oleh pujangga Ki Ranggawarsita.
- Pupuh 8 membicarakan keragu-raguan hati karena melihat banyak orang menganggap perbuatan salah sebagai sesuatu yang wajar.
- Akan tetapi bagi yang sadar/ingat dan waspada, tuntunan Tuhan akan datang membawa kebahagiaan batin.
4. Mangka kanthining tumuwuh, salami
mung awas eling, eling lukitaning alam, dadi wiryaning dumadi, supadi
nir ing Sangsaya, yeku pangreksaning urip.
(Pupuh 83, Wedhatama)
Arti :
Untuk kawan hidup, selamanya hanyalah
awas dan ingat ingat akan sasmita alam, menjadi selamatlah hidupnya,
supaya bebas dari kesukaran, itulah yang menjaga kesejahteraan hidup.
5. Dene awas tegesipun, weruh warananing
urip, miwah wisesaning Tunggal, kang atunggil rina wengi, kang makitun
ing sakarsa, gumelar ngalam sekalir.
(Pupuh 86, Wedhatama)
Arti :
Adapun awas artinya, tahu akan tabir di
dalam hidup, dan kekuasaan Hyang Maha Tunggal, yang bersatu dengan
dirinya siang malam, yang meliputi segala kehendak, disegenap alam
seluruhnya.
- Wedhatama ditulis oleh Pangeran Mangkunegara IV.
6. Demikianlah sikap hidup yang
berdasarkan “Eling lawan waspada”; yaitu selalu mengingat kehendak
Tuhan sehingga tetap waspada dalam berbuat; untuk tidak mendatangkan
celaka. Kehendak Tuhan mendapat dicari/ditemukan di dalam hukum alam,
wahyu jatmika yang tertulis dalam kitab suci maupun karya sastra,
adat-istiadat, nasehat leluhur/orang tua dan cita-cita masyarakat.
7. Eling” juga berarti selalu mengingat
perbuatan yang telah dilakukan, baik maupun buruk, agar “waspada” dalam
berbuat. Berkat sikap “eling lawan waspada” ini, terasalah ada
kepastian dalam langkah-langkah hidup.
III. Rame ing gawe.
- Pedoman hidup yang ketiga, yaitu hidup manusia yang dihiasi daya-upaya dan kerja keras.
- Menggantungkan diri pada wasesa dan karsa Hyang Gusti adalah sama dengan menerima takdir.
Karena siapakah yang dapat meriolak kehendak Nya?
1. Ada tertulis:
Tidak ada sahabat yang melebihi (ilmu)
pengetahuan Tidak ada musuh yang berbahaya dan pada nafsu jahat dalam
hati sendiri Tidak ada cinta melebihi cinta orang tua kepada
anak-anaknya Tidak ada kekuatan yang menyamai nasib, karena kekuatan
nasib tidak tertahan oleh siapapun”.
(Ayat 5, Bagian II Kitab Nitiyastra).
2. Tetapi apakah kekuatiran atau
ketakutan akan nasib menjadi akhir dan pada usaha atau daya upaya
manusia? Berhentikah manusia berupaya apabila kegagalan menghampiri
kerjanya?
3. …. Karana riwayat muni, ikhtiar iku
yekti, pamilihe reh rahayu, sinambi budi daya, kanthi awas lawan eling,
kang kaesthi antuka parmaning suksma.
(Pupuh 10, Kalatidha)
Arti :
…. Karena cerita orang tua mengatakan,
ikhtiar itu sungguh-sungguh, pemilih jalan keselamatan, sambil berdaya
upaya disertai awas dan ingat, yang dimaksudkan mendapat kasih sayang
Tuhan.
- Menerima takdir sebagai keputusan terakhir, tidak berarti mengesampingkan ikhtiar sebagai permulaan daripada usaha.
4. Kuneng lingnya Ramadayapati,
angandika Sri Rama Wijaya, heh bebakal sira kiye, gampang kalawan ewuh,
apan aria ingkang akardi, yen waniya ing gampang, wediya ing kewuh,
sabarang nora tumeka, yen antepen gampang ewuh dadi siji, ing purwa
nora ana.
(Tembang Dandanggula, Serat Rama)
Arti :
Haria sehabis haturnya Ramadayapati
(Hanoman), bersabdalah Sri Rama : Hai, kau itu dalam permulaan
melakukan kewajiban, ada gampang dan ada sukar, itu adalah (Tuhan) yang
membuat. Kalau berani akan gampang; takut akan yang sukar, segala
sesuatu tidak akan tercapai. Bila kau perteguh hatimu, gampang dan
sukar menjadi satu, (itu) tidak ada, tidak dikenal dalam permulaan
(usaha).
5. Demikianlah, takdir yang akan datang
kelak tidak seharusnya menghentikan usaha manusia. Niat yang tidak baik
adalah niat “mencari yang mudah, menghindari yang sukar”. Semua
kesukaran atau tugas harus dihadapi dengan keteguhan hati. “Rame ing
gawe” dan “Rawe-rawe rantas malang-malang putung” adalah semangat usaha
yang lahir dari keteguhan hati itu.
Catatan:
Pupuh ke empat adalah cuplikan dari serat Rama, yang ditulis oleh Ki Yosadipura.
(1729 – 1801 M)
IV. Mawasdiri:
- Pedoman hidup yang keempat, yaitu perihal mempelajari pribadi dan jiwa sendiri; yang merupakan tugas semua mamusia hidup.
Pupuh-pupuh:
1. Wis tua arep apa, muhung mahasing ngasepi, supayantuk parimirmaning Hyang Suksma.
(Pupuh 8, Kalatidha)
Arti :
Sudah tim mau apa, sebaiknya hanya menjauhkan diri dari keduniawian, supaya mendapat/kasih sayang Tuhan.
- Nasehat agar tingkat orang yang telah berumur menunjukkan martabat.
2. Jinejer neng wedhatama, mrih tan
kemba kembenganing pambudi, sanadyan ta tuwa pikun, yen tan mikani
rasa, yekti sepi asepi lir sepah samun, samangsaning pakumpulan,
gonyak-ganyuk ngliling semi.
(Pupuh 2, Pangkur, Wedhatama)
Arti:
Ajarannya termuat dalam Wedhatama, agar
supaya tak kendor hasrat usahanya memberi nasehat, (sebab) meskipun
sudah tua bangka, kalau tak ketahuan kebatinan, tentulah sepi hambar
bagaikan tak berjiwa, pada waktu di dalam pergaulan, kurang adat
memalukan.
3. …. Pangeran Mangkubumi ing
pambekanipun. Kang tinulad lan tinuri-luri, lahir prapteng batos, kadi
nguni ing lelampahane, eyang tuwan kan jeng senopati, karem mawas diri,
mrih sampurneng kawruh.Kawruh marang wekasing dumadi, dadining
lalakon, datan samar purwa wasanane, saking dahat waskitaning galih,
yeku ing ngaurip, ran manungsa punjul.
(Dari babad Giyanti)
Arti :
….Pangeran Mangkubumi budi pekertinya.
Yang ditiru dan dijunjung tinggi, lahir sampai batin, seperti dahulu
sejarahnya, nenek tuan kanjeng senopati gemar mawas diri untuk
kesempumaan ilmunya. Ilmu tentang kesudahan hidup, jadinya lelakon,
tidak ragu akan asal dan kesudahannya (hidup), karena amat waspada di
dalam hatinya, itulah hidup, disebut manusia lebih (dari sesamanya).
- Babad Giyanti ditulis oleh pujangga
Yasadipura I. Isinya memberi contoh tentang seseorang yang selalu mawas
diri, yaitu Panembahan Senopati.
4. Mawas diri adalah usaha meneropong
diri sendiri dan dengan penuh keberanian mengubah pribadinya. Maka
inilah asal dan akhir dari pada keteguhan lahir dan batin.
5. Laku lahir lawan batin, yen sampun
gumolong, janma guna utama arane, dene sampun amengku mengkoni, kang
cinipta dadi, kang sinedya rawuh”.
(Dari babad Giyanti)
Arti :
Amalan lahir dan batin, bilamana sudah
bersatu dalam dirinya, yang demikian itu disebut manusia pandai dan
utama, karena ia sudah menguasai dan meliputi, maka yang dimaksudkan
tercapai, yang dicita-citakan terkabul.
6. Nadyan silih prang ngideri bumi,
mungsuhira ewon, lamun angger mantep ing idhepe, pasrah kumandel marang
Hyang Widi, gaman samya ngisis, dadya teguh timbul).”
(Tembung Mijil, Dari babad Giyanti)
Arti :
Meski sekalipun perang mengitari jagad,
musuhnya ribuan, tetapi asal anda tetap di dalam hati, berserah diri
percaya kepada Tuhan, semua senjata tersingkirkan, menjadi teguh kebal.
7. Demikianlah ajaran Ki Ranggawarsita,
yaitu mengenai empat pedoman hidup. Begitulah orang yang menggantungkan
dirinya kepada kekuasaan Tuhan dan menerima tuntunan-Nya. Ia akan
memiliki kepercayaan pada diri sendiri, tetapi tanpa disertai
kesombongan maupun keangkaraan.
Cita-cita kemasyarakatan.
1. Ki pujangga Ranggawarsito
mencita-citakan pula datangnya jaman Kalasuba, yaitu jaman pemerintahan
Ratu Adil Herucakra. Karena itu beliau merupakan seorang penyambung
lidah rakyatnya, yang menciptakan masyarakat “panjang punjung tata
karta raharja” …. “gemah ripah loh jinawi” ….loh subur kang sarwa
tinandur” dimana “wong cilik bakal gumuyu.
2. Tiga hal yang pantas diperjuangkan,
untuk menegakkan pemerintahan Ratu Adil; yaitu: Bila semua meninggalkan
perbuatan buruk, bila ada persatuan dan bila hadir pemimpin-pemimpin
negara yang tidak tercela lahir batinnya.
3. Dengarlah!
4. Ninggal marang pakarti tan yukti,
teteg tata ngastuti parentah, tansah saregep ing gawe, ngandhap lan
luhur jumbuh, oaya ana cengil-cengil, tut runtut golong karsa, sakehing
tumuwuh, wantune wus katarbuka, tyase wong sapraya kabeh mung
haryanti, titi mring reh utama.
(Dari Serat Sabdapranawa)
Arti :
Meninggalkan perbuatan buruk, tetap
teratur tunduk perintah, selalu rajin bekerja, bawahan dan atasan
cocok-sesuai tak ada persengketaan, seia sekata bersatu kemauan, dari
segala makhluk, sebab telah terbukalah, tujuan orang seluruh negara
hanyalah kesejahteraan, faham akan arti ulah keutamaan.
5. Ngarataning mring saidenging bumi,
kehing para manggalaningpraya, nora kewuhan nundukake, pakarti agal
lembut, pulih kadi duk jaman nguni, tyase wong sanagara, teteg teguh,
tanggon sabarang sinedya, datan pisan nguciwa ing lahir batin, kang
kesthi mung reh tama.
(Tembang Dandanggula, Serat Sabdapranawa)
Arti:
Merata keseluruh dunia; sebanyak-banyak
pemimpin negara tak kesukaran menjalankan perbuatan kasar-halus;
kembalilah seperti dahulu kala, tujuan orang seluruh negara, tetap
berani sungguh, boleh dipercaya segala maksudnya, tak sekali-kali
tercela lahir batinnya, yang dituju hanyalah selamat sejahtera.
6. Demikianlah yang dicita-citakan pujangga agung Ranggawarsita.
silahkan anda Copy paste artikel diatas
tapi kalau anda tidak keberatan mohon cantumkan sumber dengan linkback ke blog ini.
terimakasih....!!!
0 komentar:
Posting Komentar